Sunday, February 1, 2015

Budaya Salim ( cium tangan )

Sopan santun,,,,,ambigu ya kalo ngomongin tentang ini, karena luaaas banget dan masing - masing orang punya standard sendiri sopan dan santun itu gimana. Dulu dan sampe sekarang aku pribadi sangat - sangat fleksibel tentang sopan santun, misal nih aku ga pernah mengharuskan anak cium tangan ketika bertemu dengan teman bunda atau ayah, cukup menyapa dengan muka ramah itu udah sopan nurutku, tapi entah menurut orang lain. Kalo dulu jamanku kecil mah wajib "sopan banget", wajib salaman dan cium tangan ke semua orang dewasa yang kita temui di acara ortu atau keluarga.

Saat ini kami tinggal jauh dari kampung halaman, jauh dari orang tua juga dan sadar atau tidak budaya timur mulai tergerus, dilupakan ( salaman dan cium tangan yang terlupakan hihihi ). Dirumahpun ya kami biasa aja, contoh ketika Pak.suami datang, bukan cium tangan yang aku lakukan, tapi kami lebih suka memeluk dengan wajah girang, Saka pun juga demikian ga pernah cium tangan ketika bunda atau ayahnya pulang kerja karena memang budaya cium tangan itu tidak pernah aku tunjukan jadi tidak ada panutan buat Saka tentang cium tangan.

I have no idea mengajarkan budaya cium tangan sebagai salah satu bentuk dari sopan santun sekarang ini,  until this happened... ketika kita pulang kampung ke rumah mertua di Malang Jawa Timur kami bertemu orang tua, saudara dan teman - teman lama, nah budaya salam, cium tangan, cipika - cipiki, cium kening ini tiba - tiba nongol, buat aku dan Pak.suami mah biasa aja karena dari dulunya kami begitu, tapi buat Saka? ofcourse this is something new & different buat Saka. Hal baru ya? pastinya ga mudah, bahkan sama yangkung, yangti, pakde & bude nya aja Saka "belum mau" salim ( salaman dan mencium tangan ). Disini aku bilang "belum mau" iya karena pelajaran budaya cium tangan ternyata lupa aku masukan dalam kurikulum Saka ;) hihihi.

Selama ini aku membiarkan Saka dengan sikap alaminya menghadapi orang asing yang mostly dia akan jaga jarak, melihat sikon, pasang muka jutek kalo di isengin ( di towel pipinyalah, di cium paksalah, di liat gemeslah, dll ), yang selama ini menurutku wajar saja karena itu hak dia melindungi diri ( kita orang tua juga ga akan suka kan kalo tiba - tiba kita di towel - towel, diliatin usil, apalagi di ciumpaksa hihihi ). Memang benar itu adalah hak anak atau kita untuk melindungi diri dari orang asing biar tidak sembarangan memperlakukan kita, tapi lebih jauuuh lagi ternyata unsur budaya timur ini harus tetap lestari, mencium tangan orang yang lebih tua dan orang yang kita hormati itu adalah salah satu bentuk dari rasa sayang kita tanpa melupakan hak kita tetap melindungi diri.

Maka dari sinilah PR budaya cium tangan sebagai salah satu bentuk sopan santun dan bagaimana harus bersikap dengan orang asing, teman, teman ortu, saudara, kakek - nenek, dan bagaimana bila di rumah orang lain mulai masuk dalam kurikulum Saka. Apalagi kami ini orang timur yang masih kental dengan budaya sopan santun, terutama kepada orang tua. Tidak memaksa harus saat ini juga diikutin oleh Saka, tapi kami lebih suka memberi contoh saja dan iklan ( kalo iklan brati dari hati pun juga ga ngarep akan di lakukan anaknya/ energinya bukan meminta ).

Ketika menjelang tidur, lagi nonton TV berdua atau pas lagi makan aku suka nyelipin iklan sopan santun. Ketika Saka pamit mau main ke rumah teman di sebelah rumah, iklan untuk menjaga sikap juga aku selipin ( tidak berlarian di dalam rumah orang, duduk tidak sampai kelihatan celana dalam, tidak minta makanan atau minuman, tidak masuk rumah atau ruangan orang tanpa ijin, dll banyaaak ). Ternyata dari iklan itu Saka banyak tanya kenapa harus salim cium tangan, kenapa harus ini itu dan membandingkan dengan temannya yang tidak harus berbuat itu semua,,,,,jreeng jreeeng pelajaran sopan santun dimulai, membagi pengetahuanku yang juga tidak seberapa ini dan yang jelas mulai juga belajar sama - sama lagi ketika pertanyaan belum bisa aku jawab. Yeaaah Budaya,,,,ini ciri khas, yang selama ini hampir saja aku lupakan, bolehlah kita tinggal dibumi belahan manapun, tapi ciri khas dan budaya asal kita kudu tetep hidup dan lestari, bukan begitu parents?


love,









"Frozen" teach me something...

Let it go, let it go!
Can’t hold it back any more.
Let it go, let it go!
Turn away and slam the door.
I don’t care what they’re going to say.
Let the storm rage on.
The cold never bothered me anyway.

Kenal banget deh ya sama lirik lagu soundtrack “Frozen”, udah pada nonton film animasi ini kan? telaaaat nanyanya hihihi, udah ga tayang lagi di Bioskop, tapi ini film masih tetep tayang loh di rumahku, hampir setiap hari masih juga di tonton, bahkan bisa dua kali dalam sehari bila di perlukan hihihihi. Tapi memang ya ini film layak tonton, jangankan anak – anak, ibu – ibu macam aku juga masih aja menikmati tiap kali si krucil minta di puterin DVD nya, rebutan nyanyi soundtrack nya juga pernah ;))

Awal – awal sih cuma ikutan dan nemenin nonton si krucil aja sambil seru – seruan kita nyanyiin lagu – lagunya, tapi karena udah terlalu sering di cekokin sama film ini lama – lama kok jadi belajar sesuatu ya dari ceritanya, penasaran aku belajar apaan dari film ini? Yuuk mari lanjut dibaca terus….
Frozen ini adalah sebuah animasi yang bercerita tentang kehidupan keluarga kerajaan Arendelle yang dianugerahi dua putri, Elsa dan Anna. Si sulung Putri Elsa dikaruniai kemampuan menciptakan es dan salju yang dengan kemampuannya ini tanpa sengaja mencelakai adiknya, Putri Anna. Kemampuan ini akan semakin berkembang dan diasumsikan akan jahat tak terkendali. Dari sinilah cerita film ini kemudian dibangun.

Adegan dimana ketika kemampuan Putri Elsa menciptakan es dan salju diasumsikan akan jahat tak terkendali, orang tua Putri Elsa memutuskan untuk “mengamankan” kekuatannya nya dengan menutup gerbang kerajaan dan Putri Elsa di isolasi di dalam kamar dengan alasan agar orang sekitar tidak terluka oleh "kekuatannya". Belakangan adegan ini sedikit mengganggu pikiranku. Memang menjadi “beda” itu tidak mudah, dan menjadi orang tua dari anak yang “berbeda” jelas juga bukan hal yang mudah. Kebanyakan orang akan berusaha memaksakan diri untuk menjadi normal seperti orang lain yang justru akan sangat menyiksa dan jadi beban karena tidak menjadi diri sendiri, atau juga solusi yang biasan diambil adalah pergi atau menghindar dengan alasan ini bukan lingkungan yang cocok untuk kita atau alasan akan membahayakan orang lain dan lain sebagainya, itu semua cuma menunda masalah dan kita tidak akan pernah tahu sejauh mana kemampuan kita menghadapi atau bahkan kita tidak akan pernah tahu bahwa sebenarnya kita punya solusi akan masalah itu hanya karena kita terlalu sibuk dengan imajinasi horor kita sendiri sehingga terlalu takut juga untuk menghadapinya .

Dan kembali lagi ke adegan Frozen dimana setelah melalui pergulatan yang tidak mudah, ketika masalah ini terjadi dan Putri Elsa ada pada titik harus menghadapinya, ternyata solusi pun hadir. Hasilnya, kemampuan yang dulu sangat di takutinya dan diasumsikan jahat ini dapat dikendalikan oleh Putri Elsa. Bergerak meninggalkan imajinasi horor diri sendiri dan ketakutan yang di ciptakan oleh lingkungan, menjadi anugerah yang indah dalam kehidupannya.

Yaaaa,,,,dan karena adegan ini jugalah, saya sebagai orang tua tiba – tiba mendapat PR untuk selalu bisa memahami bahwa setiap anak itu unik dengan kelebihan dan kekurangannya masing – masing, apa yang kita anggap itu adalah “kekurangan” hanya karena anak kita tidak seperti anak – anak pada umumnya atau anak kita tidak sesuai dengan yang kita harapkan ( menjadi anti mainstream itu memang ga mudah ;) ) itu bukanlan alasan kita untuk “mengecilkan” anak kita. Bantu mereka dengan “kekurangan” itu, tanamkan bahwa “kekurangan” itu bisa menjadi kelebihan kita bila kita mau dan mampu mengolahnya dan tau bagaimana harus bersikap.
Beberapa poin yang masuk dalam list “must have item” nya para ortu nih:
  1. Bergaul lahir batin dengan anak, bukan Cuma hadir fisik aja buat anak, tapi hadirlah secara secara batin juga seperti kita ada untuk sahabat.
  2. Kalau gaul lahir batin udah lulus, maka jadi ortu yang asik akan segera nyusul, biar anaklebih memilih cerita ke ortu daripada memendam atau lebih pilih cerita ke temen.
  3. Jadi tauladan dan bukan Cuma bisa ceramah aja, biar predikat ortu rese atau predikat ortu kepo tidak sampai mampir hihihi.
Cihuuuyyyy,,,,semoga kita jadi Ortu yang mau terus belajar, belajar dari mana saja dan tumbuh bareng anak – anak kita. Masih ada PR lain juga ini yang aga mengusik pikiran, mau tau? next episode yaaa, masih nunggu waktu buat nulis nulis lagi....


Love,